Kamis, 09 Agustus 2012

Penanggulangan Hipertensi


Tekanan darah tinggi (hipertensi) bila ditinjau dari prevalensi yang cukup tinggi dan akibat yang ditimbulkannya merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi sendiri tidak menunjukkan gejala maka sering baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ misalnya gangguan fungsi jantung atau gangguan koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain.



Penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perbahan pola hidup kearah yang lebih sehat. Ujung tombak penanggulangan hipertensi berada ditangan dokter/paramedis, baik yang bekerja di puskesmas, poliklinik, maupun praktik pribadi. Konsensus ini terutama ditujukan bagi mereka yang melayani masyarakat umum, karena itu bersifat mendasar dan umum. Data penelitian yang berskala nasional dan meliputi jumlah penderita yang banyak, oleh karena itu data yang diambil kebanyakan dari pedoman negara maju dan negara tetangga. Pedoman biasanya disepakati oleh para pakar berdasarkan prosedur standar dan ditujukan untuk meningkatkan hasil penanggulangan. Organisasi profesi yang bersangkutan bersama pemangku kepentingan lain perlu bekerja sama untuk mengembangkan penyusunan pedoman penanggulangan hipertensi ini.

METODE KERJA :
InaSH menunjuk tim penyusun yang terdiri dari tiga orang ditambah tim pakar yang juga berjumlah tiga orang. Tim mengumpulkan datayang relevan yang kemudian disaring dan ditambah oleh tim pakar dari seluruh Indonesia yang ditunjuk InaSH berdasarkan usul dari organisasi pendiri InaSH. Setelah itu hasil yang disepakati disampaikan kepada InaSH untuk diedarkan kepada organisasi profesi dan seminat yang terkait. Konsensus antar organisasi yang berminat dalam bidang hipertensi ini dilaporkan kepada IDI dan Depkes. Tim penyusun akan menyampaikannya pada seminar hipertensi InaSH.

UMUM :
TUJUAN :

Penanggulangan hipertensi bertujuan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler (termasuk serebrovaskular) dan progresivitas penyakit ginjal.

DEFINISI :
Tekanan darah tinggi adalah “suatu keadaan dimana upaya penurunan tekanan darah akan memberi manfaat lebih besar dibandingkan dengan tidak melakukan upaya tersebut”.

Disadari bahwa tekanan darah adalah suatu kontinuum, dimana risiko kardiovaskular meningkat bila tekanan darah diatas 110/75 mmHg, jadi tidak ada angka yang pasti yang dapat menggambarkan bertambahnya risiko tersebut. Suatu angka adalah suatu konsensus atau kesepakatan bersama.

METODE PENGUKURAN TEKANAN DARAH :
Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standard WHO dengan alat standar manometer air raksa. Untuk menegakkan diagnosis hipertensi perlu dilakukan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah < 160/100 mmHg.

KLASIFIKASI HIPERTENSI :
Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Tingkatran hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan diastolik.

SISTOLIK(mmHg) DIASTOLIK mmHg)

NORMAL < 120 dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 atau 80 - 90
Hipertensi tingkat 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 atau ≥ 100
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 dan < 90


STRATIFIKASI RISIKO HIPERTENSI (RISIKO TOTAL/ABSOLUT) :

Stratifikasi risiko hipertensi berdasarkan: tingginya tekanan darah, adanya faktor risiko lain, adanya kerusakan organ target dan adanya penyakit penyerta tertentu (tabel 2).
Oleh karena tujuan utama penanggulangan hipertensi adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular/renal, maka risiko terjadinya gangguan kardiovasklar/renal perlu distratifikasi lebih lanjut. Telah disepakati secar internasional bahwa risiko kardiovaskular dihitung secara tradisional berdasarkan studi Framingham (dengan tambahan faktor risiko), yaitu tingginya tekanan darah, umur, merokok,dislipidemia, diabetes mellitus. Tambahan faktor risiko yang belum lama diidentifikasi yaitu lingkar perut yang dihubungkan dengan sindroma metabolik dan kadar C-reactive protein(CRP) yang dihubungkan dengan inflamasi. Disampingitu perlu diperhatikan adanya kerusakanj organ target dan pneyakit penyerta.

TEKANAN DARAH
(mmHg) RISIKO GRUP A
(tidak ada faktor risiko) RISIKO GRUP B
(1-2 faktor risiko) RISIKO GRUP C
(≥ 3 faktor risiko atau DM atau KOT/KKT)
TD Sistolik 130-139 mmHg/ TD diatolik 80-89 mmHg. Perubahan Pola Hidup Perubahan Pola Hidup Perubahan Pola Hidup + Obat
TD sistolik 140-159 mmHg/TD diastolik 90-99 mmHg Perubahan Pola Hidup + Obat Perubahan Pola Hidup + Obat Perubahan Pola Hidup + Obat
TD sistolik ≥ 160 mmHg/TD daistolik ≥ 100 mmHg Perubahan Pola Hidup + Obat Perubahan Pola Hidup + Obat Perubahan Pola Hidup + Obat

*Clinical Practice Guidelines – Hypertension, Singapore, 2005.
KOT : Kerusakan Organ Target (Target Organ Damage/TOD)
KKT : Kondisi Klinik Terkait (Associated Clinical Condition/ACC).

KERUSAKAN ORGAN TARGET :
• Hipertrofi Ventrikel kiri (LVH per ECG/ECHO)
• Kenaikan kadar kreatinin
• Mikroalbuminuria
• Gangguan pembuluh darah (penebalan intima-media), plak sklerotik)


PENYAKIT PENYERTA :
• Serebrovaskuler (stroke/perdarahn, TIA)
• Jantung (Infark miokard, angina pektoris, gagal jantung, revaskularisasi koroner)
• Ginjal (nefropati diabetik, proteinuria, gangguan fungsi ginjal)
• Pembuluh darah perifer
• Retina/retinopati : eksudat, perdarahan ,edema papil)

Dalam penanggulangan hipertensi perlu dipertimbangkan adanya risiko kardivaskuler, kerusakan target organ dan penyakit penyerta sebelum bertindak. Penderita dengan faktor risiko ≥ 3 atau dengan kerusakan organ target atau diabetes atau penyakit penyerta tertentu disamping perubahan pola hidup perlu dilakukan dengan obat. 

ALGORITMA PENANGGULANGAN HIPERTENSI :

HIPERTENSI TINGKAT I

Tekanan Darah ≥ 140/90 - ≤ 159/99 mmHg( Grade I)

Nilai Risiko kardiovaskular
Nilai kerusakan organ target
Nila penyakit penyerta dan diabetes melitus

Mulai usaha perubahan pola hidup
Koreksi faktor risiko kardiovaskular
Tanggulangi penyakit penyerta dan diabetes melitus

Tentukan risiko total/absolut

Penanggulangan dengan obat.



HIPERTENSI TINGKAT II

Tekanan darah ≥ 160/100 mmHg

Penanggulangan dengan obat (langsung)

Nilai risiko kardiovaskular
Nilai kerusakan organ target
Nilai penyakit penyerta dan diabetes meiltus

Tambahkan usaha perubahan pola hidup
Koreksi risiko kardiovaskular
Tanggulangi penyakit penyerta dan diabetes melitus.


PENANGGULANGAN HIPERTENSI DENGAN OBAT HIPERTENSI :

Penanggulangan hipertensi dengan obat dilakukan BILA dengan perubahan pola hidup tekanan darah belum mencapai target (≤ 140/90) atau > 130/80 mmHg pada diabetes atau penyakit ginjal kronik. Pemilihan obat berdasarkan ada/tidaknya indikasi khusus. Bila tidak ada indikasi khusus pilihan obat juga tergantung dari derajad hipertensi (tingkat 1 atau 2).

ALGORITMA PENANGGULANGAN HIPERTENSI *

Modifikasi gaya hidup

Target tekanan darah tidak terpenuhi (<140/90 mmHg)
Atau (< 130/80 mmHg pada pasien DM, penyakit ginjal kronik, ≥ 3 faktor risiko atau adanya pneyakit penyerta tertentu)

Obat antihipertensi inisial

___________________________________
↓ ↓
Dengan indikasi khusus Tanpa indikasi khusus
↓ ↓
Hipertensi Tk. I Hipertensi Tk. II 
Obat-obatan untuk (S: 140-159 at D: 90-99) (S:>160 at D:>100)
Indikasi khusus tersebut
Ditambah obat Diuretik gol. Thiazid. Kombinasi 2 obat
Antihipertensi Dapat dipertimbangkan Biasanya diuretik
(diuretik,ACEI,BB,CCB) pemberian ACEI,BB,CCB dengan ACEI
Atau kombinasi atau BB atau CCB.

↓ ↓ ↓
__________________________________________________________


Target tekanan darah
tidak terpenuhi


Optimalkan dosis obat atau berikan tambahan 
obat antihipertensi lain. Pertimbangkan untuk konsultasi dengan dokter 
spesialis.

* JNC VII, 2003.

PILIHAN OBAT pada INDIKASI KHUSUS :

INDIKASI KHUSUS DIURETIK B BLOKER ACEI ARB CCB ANTI-
ALDOSTERON
Gagal jantung + + + + +
Pasca infark miokard + + +
Risiko tinggi PJK + + + + 
Diabetes melitus + + + + + 
Penyakit ginjal kronik + + 
Cegah stroke berulang + + 



HIPERTENSI pada KEADAAN KHUSUS :

PENANGGULANGAN HIPERTENSI pada KELAINAN JANTUNG dan PEMBULUH DARAH :

Penyakit jantung dan pembuluh darah yang disertai hipertensi yang perlu diperhatikan adalah penyakit jantung iskemik (angina pektoris, infark miokard), gagal jantung dan penyakit pembuluh darah perifer.


Penyakit Jantung Iskemik : 
Penyakit jantung iskemik merupakan “kerusakan organ target” yang paling sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan angina pektoris stabil obat pilihan pertama b bloker (BB) dan sebagai alternatif calcium channel blocker (CCB). Pada pasien dengan sindroma koroner akut (angina pektoris tidak stabil atau infark miokard), pengobatan hipertensi dimulai dengan BB dan ACEI dan kemudian dapat ditambahkan antihipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien ‘pasca infark miokard’, ACEI, BB dan antagonis aldosteron terbukti sangta mengubntungkan tanpa melupakan penata laksanaan lipid profil yang intensif dan penggunaan aspirin.

Gagal Jantung :
Gagal jantung dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik terutama disebabkan oleh hipertensi dan penyakit jantung iskemik. Sehingga penatalaksanaan hipertensi dan profil lipid yang agresif merupakan upaya pencegahan terjadinya gagal jantung. Pada pasien asimtomatik dengan terbukti disfungsi ventrikel rekomendasinya adalah ACEI dan BB . Pada pasien simtomatik dengan disfungsi ventrikel tau penyakit jantung “end stage” direkoendasikan untuk menggunakan ACEI,BB dan ARB bersama dengan pemberian diuretik “loop”.

Pada situasi seperti ini pengontrolan tekanan darah sangat penting untuk mencegah terjadinya progresifitas menjadi disfungsi ventrikel kiri.

Hipertensi pada Pasien dengan Penyakit Arteri Perifer (PAP) :

REKOMENDASI :
KELAS I :
Pemberian antihipertensi pada PAP ekstremitas inferior dengan tujuan untuk mencapai target tekanan darah < 140/90 mmHg (untuk non-diabetes) atau target tekanan darah < 130/80 mmHg(untuk diabetes).

BB merupakan agen antihipertensi yang efektif dan TIDAK merupakan kontraindikasi untuk pasien hipertensi dengan PAP.

KELAS IIa :
Penggunaan ACEI pada pasien simtomatik PAP ekstremitas bawah beralasan untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.

KELAS IIb :
Penggunaan ACEI pada pasien asimtomatik PAP ekstremitas bawah dapat dipertimbangkan untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.

Antihipertensi dapat menurunkan perfusi tungkai bawah dan berpotensi mengeksaserbasi simtom klaudikasio ataupun iskemia tungkai kronis. Kemungkinan tersebut harus diperhatikan saat memberikan antihipertensi. Namun sebagian besar pasien dapat mentoleransi terapi antihipertensi tanpa memperburuk simtom PAP dan penanggulangan sesuai pedoman diperlukan untuk tujuan menurunkan risiko kejadian kardivaskular.


PENANGGULANGAN HIPERTENSI DENGAN GANGGUAN FUNGSI GINJAL :

Bila ada gangguan fungsi ginjal, maka haruslah dipastikan dahulu apakah hipertensi menimbulkan gangguan fungsi ginjal(hipertensi lama, hipertensi primer) ataupun gangguan/penyakit ginjalnya yang menimbulkan hipertensi.

Masalah ini lebih bersifat diagnostik, karena penanggulangan hipertenai pada umumnya sama, kecuali pada hipertensi sekunder (renovaskular,hiperaldosteronism primer) dimana penanggulangan hipertensi banyak dipengaruhi etiologi penyakit.

1. Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal :
- Pada keadaan ini penting diketahui derajad gangguan fungsi ginjal (CCT, creatinin) dan derajad proteiuria.
- Pada CCT < 25 mL/men diuretik golongan thiazid(kecuali metolazon) tidak efektif.
- Pemakaian golongan ACEI?ARB perlu memperhatikan penurunan fungsi ginjal dan kadar kalium.
- Pemakaian golongan BB dan CCB relatif aman.

2. Hipertensi akibat gangguan ginjal/adrenal:
- Pada gagal ginjal terjadi penumpukan garam yang membutuhkan penurunan asupan garam/diuretik golongan furosemide/dialisis.
- Penyakit ginjal renovaskular baik stenosis arteri renalis maupun aterosklerosis renal dapat ditanggulangi secara intervensi (stenting/operasi) ataupun medikal (pemakaian ACEI dan ARB tidak dianjurkan bila diperlukan terapi obat.

Aldosteronism primer (baik karena adenoma maupun hiperplasia kelenjar adrenal) dapat ditanggulangi secara medikal (dengan obat antialdosteron) ataupun intervensi.

Disamping hipertensi, derajad proteinuri ikut menentukan progresi fungsi ginjal, sehingga proteinuri perlu ditanggulangi secara maksimal dengan pemberian ACEI/ARB dan CCB golongan non dihidropiridin.

Pedoman Pengobatan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Ginjal :

1. Tekanan darah diturunkan sampai < 130/80 mmHg (untuk mencegah progresi gangguan fungsi ginjal). 
2. Bila ada proteinuria dipakai ACEI/ARB (sepanjang tak ada kontraindikasi).
3. Bila proteinuria > 1g/24 jam tekanan darah diusahakan lebih rendah (≤ 125/75 mmHg).
4. Perlu perhatian untuk perubahan fungsi ginjal pada pemakaian ACEI/ARB (kreatinin tidak boleh naik > 20%) dan kadar kalium (hiperkalemia).


PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA USIA LANJUT :

Hipertensi pada usia lanjut mempunyai prevalensi yang tinggi, pada usia diatas 65 tahun didapatkan antara 60-80%. Selain itu prevalensi gagal jantung dan stroke juga tinggi, keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu, penanggulangan hipertensi amat penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada usia lanjut.

Sekitar 60% hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi sistolik terisolasi(isolated systolic hypertension) dimana terdapat kenaikan tekanan darah sistolik disertai penurunan tekanan darah diastolik. Selisih dari tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik disebut sebagai tekanan nadi (pulse pressure), terbukti sebagai prediktor morbiditas dan mortalitas yang uruk. Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan terutama oleh kekakuan arteri atau berkurangnya elastisitas aorta.

Penanggulangan hipertensi pada usia lanjut amat bermanfaat dan telah terbukti dapat mengurangi kejadian komplikasi kardiovaskular. Pengobatan dimulai bila :
- TD sistolik ≥ 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup baik.
- TD sistolik ≥ 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai faktor risiko lainnya.

Oleh karena pasien usia lanjut sudah mengalami penurunan fungsi organ, kekauan arteri, penurunan fungsi baroreseptor dan respons simpatik, serta autoregulasi serebral, pengobatan harus secara bertahap dan hati-hati (start slow, go slow) hindarkan emakaian obat yang dapat menimbulkan hipotensi ortostatik.

Seperti halnya pada usia muda, penanggulangan hipertensi pada usia lanjut dimulai dengan perubahan gaya hidup. Diet rendah garam, termasuk menghindari makanan yang diawetkan dan penurunan berat pada obesitas, terbukti dapat mengendalikan tekanan darah. Pemberian obat dilakukan apabila penurunan tidak mencapai target. Kejadian komplikasi hipotensi ortostatik sering terjadi, sehingga diperlukan anamnesis dan pemeriksaan mengenai kemungkinan adanya hal ini sebelum obat ini.

Obat yang dipakai pada usia lanjut sama seperti yang dipergunakan pada usia yang lebih muda. Untuk menghindari komplikasi pengobatan, maka dosis awal dianjurkan separuh dosis biasa, kemudian dapat dinaikkan secara bertahap, sesuai dengan respons pengobatan dengan mempertimbangkan kemungkian efek samping obat. Obat-obat yang biasa dipakai meliputi diuretik (HCT) 12,5 mg, terbukti mencegah komplikasi terjadinya penyakit jantung kongestif. Keuntungannya murah dan dapat mencegah kehilangan kalsium tulang. Obat lain seperti golongan ACEI, CCB kerja panjang dan obat-obat lainnya dapat dipergunakan. Kombinasi 2 atau lebih obat dianjurkan untuk memperoleh efek pengobatan yang optimal.
Target pengobatan harus mempertimbangkan efek samping, terutama kejadian hipotensi ortostatik. Umumnya tekanan darah sistolik diturunkan sampai < 140 mmHg. Target untuk tekanan darah diastolik sekitar 85-90 mmHg. Pada hipertensi sistolik penurunan sampai tekanan darah diastolik 65 mmHg atau kurang dapat mengakibatkan peningkatan kejadian stroke. Oleh karena itu sebaiknya penurunan tekanan darah tidak sampai 65 mmHg.

PENANGGULANGAN HIPERTENSI ADA GANGGUAN NEUROLOGIK :

Oleh karena hipertensi merupakan faktor risiko utama maka penderita hipertensi dapat dianggap sebagai “Stroke prone patient”. Pengendalian hipertensi sebagai faktor risiko akan menurunkan kejadian stroke sebanyak 32%.

Pengendalian stroke dengan faktor risiko hipertensi mempunyai penatalaksanaan yang spesifik.

PENANGGULANGAN HIPERTENSI TANPA DEFISIT NEUROLOGI :

Dapat dilakukan sesuai dengan konsensus InaSH.
Dilakukan deteksi gangguan organ-organ otak melalui berbagai kegiatan :
- Perlu perhatian khusus bila penderita hipertensi disertai dengan kesemutan dimuka,sekeliling bibir, ujung-ujung jari dan vertigo, ada kecenderungan insufisiensi basiler.
- Selain itu keluhan lain, seperti gangguan berbahasa, gangguan daya ingat dan artikulasi perlu medapat perhatian lebih lanjut.



PENANGGULANGAN HIPERTENSI DENGAN TANDA-TANDA DEFISIT NEUROLOGI AKUT :

Penatalaksanaan hipertensi yang tepat pada stroke akut sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas stroke.

1. Stroke Iskemik akut:
• TIDAK direkomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut kecuali terdapat hipertensi berat dan menetap yaitu sistolik > 220 mmHg atau diastolik > 120 mmHg dengan tanda-tanda ensefalopati atau disertai kerusakan target organ lain.
• Obat-obat antihipertensi yang sudah dikonsumsi sebelum serangan stroke diteruskan pada fase awal stroke, pemberian obat antihipertensi yang baru ditunda sampai dengan 7-10 hari pasca awal serangan stroke.
• Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya 20-25% dari tekanan darah arterial rerata(MAP=mean arterial pressure).(MAP=Tekanan diastolik + 1/3 selisih tekanan sistolik – diastolik)
• Jika tekanan darah sistolik 180-220 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik 105-120 mmHg, terapi darurat HARUS DITUNDA kecuali terdapat bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi. Jika peninggian tekanan darah itu menetap pada 2 kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan “Candesartan Cilexetil”(Blopress) 4-16 mg oral selang 12 jam. Jika monoterapi oral tidak berhasil atau jika obat tidak dapat diberikan per oral, maka diberikan obat intravena yang tersedia.
• Batas penurunan tekanan darah sebanyak banyaknya sampai 20-25% dari tekanan darah arterial rerata, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per kasus.

2. Stroke hemoragik akut :

• batas penurunan tekanan darah maksimal 20-25% dari tekanan darah semula.
• Pada penderita dengan riwayat hipertensi sasaran(TARGET) tekanan darah sistolik 160 mmHg dan diastolik 90 mmHg.
• Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg: berikan “nicardipin”/”diltiazem”/”nimodipin” DRIP dan dititrasi dosisnya sampai dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg (dosis dan cara pemberian lihat tabel jenis-jenis obat untuk terapi emergensi).
• Peningkatan tekanan darah bisa disebabkan stres akibat stroke (efek cushing), akibat kandung kencing yang penuh, respon fisiologis atau peningkatan tekanan intrakranial dan harus dipastikan penyebabnya.


PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA DIABETES :

• Indikasi pengobatan :
Bila tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg dan /atau tekanan darah diastolik ≥ 180 mmHg.
• Sasaran (target penurunan) tekanan darah :
- Tekanan darah < 130/80 mmHg.
- Bila disertai proteinuria ≥ 1g/24 jam : ≤ 125/75 mmHg.

• Pengelolaan :
- Non Farmakologis :
Perubahan gaya hidup, antara lain : menurunkan berat badan, meningkatkan 
aktifitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi 
garam.
- Farmakologis :
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antihipertensi :
* Pengaruh terhadap profil lipid
* Pengaruh terhadap metabolisme glukosa
* Pengaruh terhadap resistensi insulin
* Pengaruh terhadap huipoglikemia terselubung.

Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan :
* ACEI
* ARB
* Beta-bloker
* Diuretik dosis rendah
* Alfa bloker
* CCB golongan non-dihidropiridin.

• Pada diabetisis dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan darah diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bial gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis.
• Diabetisis dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg, disamping perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung.
• Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi.

Catatan :
- ACEI,ARB, dan CCB golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki mikroalbuminuria.
- ACEI dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang , TIDAK terbukti memperburuk toleransi glukosa.
- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkandosis secara bertahap.
- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.


PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA KEHAMILAN :

Tekanan darah > 160/100 mmHg HARUS diturunkan untuk melindungi ibu terhadap risiko stroke atau untuk memungkinkan perpanjangan masa kehamilan, sehingga memperbaiki kematangan fetus. Obat yang dapat diberikan ialah : METHYL DOPA dan NIFEDIPINE.

Obat-obat YANG TIDAK BOLEH DIBERIKAN saat kehamilan adalah ACEI (berkaitan dengan kemungkinan kelainan perkembangan fetus) dan ARB yang kemungkinan mempunyai efek sama seperti penyekat ACEI. Diuretik juga TIDAK digunakan mengingta efek pengurangan volume plasma yang dapat mengganggu kesehatan janin . terapi definitif ialah MENGHENTIKAN KEHAMILAN atas indikasi preeklampsia berat setelah usis kehamilan > 35 minggu.


PENUTUP :

Konsensus penanggulangan hipertensi ini adalah suatu kesepakatan yang bersifat sederhana dan ditujukan untuk “dokter umum” agar dapat menanggulangi hipertensi secara praktis.

Algoritma pengobatan dibuat agar mudah diimploementasikan, sdisertai pilihan obat yang tersedia di Indonesia.

Konsensus ini baru berupa usaha awal dari InaSH dan akan dievaluasi ulang secara berkala sesuai dengan masukan dari penggunanya.

DAFTAR SINGKATAN :

ACEI = Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
ARB = Angiotensin Receptor Blocker
BB = Beta Blocker
CCB = Calcium Channel Blocker
CCT = Creatinine Clearance Test
DASH = Dietary Approaches to Stop Hypertension.
EKG = Elektrokardiografi
KKT = Kondisi Klinik Terkait
KOT = Kerusakan Organ Target
MAP = mean Arterial Blood Pressure
PAP = Penyakit Arteri Perufer
PJK = Penyakit Jantung Koroner
PKV = Penyakit Kardiovaskular.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar